Resume Buku Oleh
Dedy Gunawan, S.Pd
Judul
Buku : Bob Sadino “Mereka Bilang
Saya Gila”
Tebal
Buku : 200
pages
Penulis : Edy Zaqeus
Terbitan
Tahun : 2009
Penerbit : Kintamani Publishing
A.
Bagian
I : Memilih Miskin
Bob
Sadino, lahir dengan nama Bambang Mustari Sadino di Tanjung Karang, Lampung
pada 9 Maret 1933. Sejak kecil ia hidup ditengah - tengah keluarga yang
berkecukupan, memiliki kehidupan dan lingkungan pergaulan relatif baik. Lulus
SMA tahun 1953 Bob Sadino langsung bekerja di Unilever tetapi sempat berhenti
beberapa bulan karena kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Karena
tidak betah hanya berkubang dengan teori di bangku kuliah, kemudian Bob Sadino
bergabung lagi di Perusahaan Unilever untuk beberapa tahun lamanya sampai
akhirnya ia meloncat ke perusahaan pelayaran dan ekspedisi yaitu Djakarta
Llyod. Selama bekerja di perusahaan pelayaran dan ekspedisi, Bob Sadino sering
singgah di Benua Eropa. Bob Sadino sempat tinggal dan bekerja selama sembilan
tahun di Hamburg dan Amsterdam, dengan besaran gaji di Eropa, membuat kehidupan
Bob Sadino relatif serba berkecukupan, siang kerja malam pesta dan dansa.
Bekerja
di perusahaan orang konsekuensinya harus diperintah oleh atasan yang justru
sering kali membuat Bob Sadino merasa tertekan, apalagi Bob Sadino mempunyai
atasan yang menurutnya ‘goblok’. Akhirnya Bob Sadino tanpa rencana memutuskan
keluar dari pekerjaannya dan meninggalkan fasilitas dan kenyaman hidup yang ia
miliki saat itu. Ia pulang ke Jakarta tahun 1967 dan harus memulai kembali
hidupnya dari nol.
Sesungguhnya, keluar dari zona
kenyamanan dan masuk ke alam kehidupan ‘antah berantah’ itulah yang menjadi
titik berangkat krusial dalam sejarah Bob Sadino. Hal ini tentu mengherankan
dan bagi kebanyakan orang pasti dianggap mengada-ada dikarenakan bahwa Bob
Sadino adalah orang punya dan cukup segalanya, dari kecil berkecukupan terus,
tetapi memutuskan untuk memiskinkan diri.
Resiko atas pilihannya menjadi
manusia merdeka, dan memilih untuk hidup miskin Bob Sadino harus menyambung
hidup keluarganya dengan pekerjaan apa saja. Sebagai supir taksi gelap di
Jakarta, namun karier taksi gelap harus macet dalam tempo setahun karena taksi
tertabrak dan rusak, dan tidak ada dana untuk memperbaikinya. Kemudian Bob
Sadino harus bekerja menjadi kuli bangunan dengan upah hanya seratus rupiah
setiap harinya. Disinilah ia merasakan arti kemelaratan yang sesungguhnya.
Kadang makan cuma pakai lauk ikan asin, kadang harus cari lauk dengan memancing
ikan di rawa – rawa di daerah Kemang.
“Apa yang kau cari Bob?”. Barang
kali, itulah pertanyaan yang terus – menerus mendera gendang telinga Bob.
Teman – teman sepergaulan Bob di
Eropa, kakak-kakaknya yang hidup berkecukupan mendengar kabar keadaan Bob jadi
sangat prihatin dan bermaksud menawarkan bantuan dengan setengah memaksa kepada
Bob, tapi jawaban Bob sangat tegas, “satu – satunya bantuan yang saya perlukan
adalah jangan bantu saya.” Dengan penuh kesadaran Bob yang merasa terlampau
lama hidup dalam kemanjaan ia nyatakan sikapnya untuk tetap bebas tanpa
pengaruh dan kendali siapapun.
Berbekal karunia pancaindera dan
akal, ia terus mencari celah untuk mengubah kehidupannya. Sampai suatu ketika,
mata Bob tertuju pada perbedaan antara telur ayam lokal dengan telur ayam
negeri, ia juga melihat adanya suatu peluang untuk memasarkannya ditempat
tinggalnya daerah Kemang, Jakarta Selatan, yang sejak dulu banyak dihuni kaum
ekspatriat.
Bob meminta sahabatnya di Belanda
mengirimkan anak-anak ayam petelur serta ayam broiler. Berbekal beberapa puluh
anak ayam itulah Bob merajut peruntungannya tanpa bekal pengetahuan tentang
beternak ayam. Namun Bob yakin bahwa informasi dan pengetahuan bisa
didapatkannya dari majalah-majalah kejuruan terbitan Belanda. Akhirnya
anak-anak ayam itupun berkembang dan menghasilkan telur untuk dijual. Awalnya
Bob menjual telur-telur tersebut dengan mengayunkan kaki sendiri dari pintu ke
pintu yang dibantu oleh istrinya.
Sedikit demi sedikit pelanggan telur
yang kebanyakan kaum ekspatriat pun bertambah, pelanggan lokal juga semakin
mengenal dan menyukai telur ayam negeri. Akhirnya dengan memanfaatkan teras dan
garasi Bob Sadino membuka toko Kemchicks. Produk yang dijual semakin beragam
dan itu menandai kibaran bendera sukses Bob Sadino.
Merdeka dalam pilihan dan sikap
adalah awal dari perubahan apapun, termasuk awal perubahan bagi kehidupan
wiraswasta, memiliki sesuatu yang tidak bisa dipengaruhi oleh apapun dan
siapapun, intinya harus memerdekakan diri dulu sebelum melangkah ke dunia entrepreneur.
Dunia entrepreneur adalah dunia yang
penuh dengan tantangan maupun peluang. Bob Sadino mengawalinya dengan memilih
memiskinkan diri, Bob menganggap miskin waktu itu adalah tantangan, challenge. Saat miskin Bob Sadino
merasakan powernya orang miskin.
Menurut Bob Sadino ada power dalam kemiskinan, itu tantangan, powerful seperti
magma yang sedang bergejolak di dalam gunung berapi.”
Bob Sadino memutuskan untuk
memiskinkan diri adalah untuk mengosongkan gelas kehidupannya supaya gelas itu
bisa kembali menerima isi-isi baru, pengalaman-pengalaman baru, serta berbagai
variasi baru.
Merefleksi pengalamannya sendiri,
Bob merasakan bahwa orang miskin hanya punya sedikit pilihan hidup, bahkan
kadang sama sekali tidak punya pilihan alias tidak ada kuasa untuk memilih. Bob
mengatakan bahwa kondisi tidak ada pilihan ini mengandung power atau kekuatan
yang luar biasa. Misalnya pilihan yang harus dilakukan hanya berwiraswata, maka
wiraswasta itulah kekuatan satu-satunya untuk mengubah hidupnya.
B.
Bagian
II : Roda Bob Sadino
Menurut Bob Sadino, “ada yang salah
dengan sistem pendidikan kita, dan para sarjana yang nganggur itu adalah produk
sistem pendidikan kita. Kebanyakan orang pintar yang hanya tahu ilmu, tapi
tidak bisa praktik. Menurutnya sebaiknya orang-orang yang ada di kuadran TAHU
yang ada di sekolah – sekolah dan di kampus – kampus terus menerus menyeberang
ke kuadran BISA, di kuadran JALANAN atau kuadrannya MASYARAKAT. Melalui
kuadaran BISA itulah kelak para mahasiswa menjadi manusia – manusia yang
terampil dan ahli.
Untuk
mengomunikasikan gagasan – gagasan Bob Sadino terpaksa membuat model atau
konsep supaya kerangka pikirnya bisa terkomunikasi secara lebih jelas lagi.
Model kompetensi yang diciptakan oleh Bob Sadino diberi nama Roda Bob Sadino
(RBS).
Pada
prinsipnya, RBS adalah suatu diagram yang menggambarkan perputaran kehidupan
seseorang, yang didalamnya berlangsung proses pembelajaran berupa dialektika
atau sintesis antara ilmu / teori dan praktek, yang pada akhirnya menggambarkan
tingkat kemampuan, kecakapan, atau kompetensi seseorang. Model RBS ini semula
dititikberatkan untuk menggambarkan proses pembelajaran dalam dunia entrepreneur.
Tapi pada perkembangannya, model ini bisa ditarik untuk menganalisis berbagai
permasalahan masyarakat sejauh permasalahan itu bersangkut – paut dengan
kompetensi seseorang.
Konsep
RBS digambarkan dalam sebuah lingkaran menyerupai roda yang dibagi menjadi
empat kuadran. Masing-masing kuadran pada dasarnya menggambarkan tingkat
kompetensi sekaligus wilayah pembelajaran seseorang. Kuadran pertama, yang
terletak disebelah kiri bawah disebut dengan kuadran TAHU. Berikutnya, kuadran
kedua terletak di sebelah kanan bawah dan disebut kuadran BISA. Kuadran ketiga
terletak di sebelah kanan atas dan disebut kuadran TERAMPIL. Sementara kuadran
keempat yang terletak di sebelah kiri disebut dengan kuadran AHLI. Adapun yang
dimaksud dari masing-masing kuadran tersebut yakni :
1.
Kuadran
Tahu
Digunakan
oleh Bob Sadino untuk menggambarkan proses belajar di sekolah pada umumnya atau
kampus pada khususnya. Bob Sadino sering menyebutkan kuadran pertama dengan
kuadran KAMPUS atau kuadran SEKOLAH.
Di
kampus atau di sekolah seseorang belajar berbagai macam teori sampai kemudian
lulus dengan mendapatkan gelar. Titik berat dari proses pembelajaran di kuadran
pertama ini adalah mengetahui sebanyak mungkin teori dan informasi.
Kelemahan
utama kuadran TAHU ini adalah pada soal praktik di lapangan atau dalam
kehidupan riil di tengah – tengah masyarakat. Teori yang dikuasai tidak
otomatis dapat diaplikasikan di masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh sifat
teori yang umumnya selalu tertinggal oleh dinamika masyarakat. Karena teori biasanya
disusun berdasarkan riset atau fakta dan informasi yang sudah berlalu cukup
lama.
2.
Kuadran
BISA
Kuadran
BISA disebut juga kuadran MASYARAKAT atau kuadran JALANAN. Kuadran ini
menggambarkan bagaimana orang-orang yang tidak sekolah belajar melakukan atau
mengerjakan sesuatu pekerjaan di berbagai bidang dan tidak menyandarkan diri
pada teori-teori tertentu karena memang tidak menguasai teori. Wilayah belajar
mereka adalah dalam dunia praktik dalam kehidupan rill atau di tengah – tengah
masyarakat.
Orang-orang
di kuadran BISA dapat saja mengerjakan pekerjaannya dengan benar, tetapi bisa
pula melakukan kesalahan dan ini menjadi sumber pembelajaran yang utama. Karena
proses belajar dalam bentuk praktik yang berulang – ulang itulah orang-orang
yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa. Dari sisi praktis, orang-orang di
kuadran BISA adalah orang-orang yang kompeten. Mereka bisa melakukan atau
mengerjakan sesuatu pekerjaan, dan oleh karenanya mereka pasti tahu tentang apa
yang dikerjakannya.
3.
Kuadran
TERAMPIL
Kuadran
ini biasanya merupakan tempat orang-orang yang sudah melewati kuadran TAHU
maupun kuadran BISA. Menurut Bob, idealnya orang-orang yang di kuadran TAHU
terus – menerus menguji teori-teorinya di kuadran BISA, begitu juga sebaliknya.
Dialektika kedua kuadran tersebut akan meningkatkan efektifitas teori maupun
cara kerja masing-masing kuadran. Hasil proses dialektika antara kedua kuadran
di atas umunya akan mengarahkan orang-orang yang tahu teori untuk terus menguji
efektifitas teorinya. Orang-orang yang bisa karena diasah oleh praktik dapat
semakin efektif bekerja karena dikuatkan oleh teori dan metode yang aplikabel.
Hasil dari proses saling menguatkan ini adalah meningkatnya kemampuan
seseorang, sehingga kinerjanya bisa dipertanggungjawabkan. Maka masyarakat
menyebut orang tersebut sebagai orang yang skillfull
atau terampil dibidangnya.
Bob
mengategorikan orang kuadran TERAMPIL ini sebagai respons-able dan accountable.
Respons-able berarti memiliki
kemampuan merespon setiap permasalahan dengan tepat. Accountable berarti memiliki kemampuan mengatasi persoalan secara
bertanggungjawab.
4.
Kuadran
AHLI
Orang-orang
dari kuadran TERAMPIL akan memasuki kuadran keempat yaitu kuadran AHLI, atau
kuadran EXPERT, atau kuadran PROFESIONAL. Bob Sadino sering menyebut kuadran
ini kuadran ENTREPRENEUR. Penghuni kuadran AHLI ini adalah mereka yang selain
telah berhasil meningkatkan keterampilannya, responsive dan bertanggung jawab,
juga karena mampu memberikan manfaat kepada banyak orang, serta diakui
kompetensinya oleh masyarakat luas.
Sebenarnya
antara kuadran TERAMPIL dan kuadran AHLI tipis sekali bedanya, tapi perbedaan
yang sangat prinsip dan jelas adalah bahwa predikat AHLI itu merupakan
pengakuan yang diberikan masyarakat luas, bukan klaim pribadi. Para penghuni kuadran
AHLI inilah yang sejatinya bisa menjadi teladan, role model, atau penyuluh bagi orang-orang yang masih berada di
kuadran TAHU maupun BISA, supaya mereka dapat naik ke kuadran berikutnya.
Idealnya
setiap orang berproses atau berputar (melawan arah jarum jam), serta
berdialektika sepanjang hayat dalam lingkaran kuadaran – kuadran tadi. Dimulai
dari kuadran TAHU yang menyeberang ke kuadran BISA dan dari kuadran BISA
menyeberang ke kuadran TAHU, untuk meningkatkan efektifitas masing-masing. Pada
tingkat berikutnya dari kuadran BISA terus berproses meningkatkan kemampuan
sehingga orang bisa masuk ke kuadran TERAMPIL. Setelah semakin meningkat
kompetensinya kuadran TERAMPIL bergeser ke kuadran AHLI dan dari kuadran AHLI
akhirnya masuk lagi ke kuadran TAHU, lalu perputarannya kembali dari awal.
Dari
kacamata Roda Bob Sadino (RBS) ini jelaslah bahwa akar masalah sarjana yang
menganggur adalah karena kuadaran TAHU enggan menyeberang ke kuadran BISA. Akar
masalah pendidikan kita adalah karena kurikulum maupun tenaga pengajarnya tidak
diacukan pada prinsip dialektika antara teori dan praktek. Akar kemiskinan
masyarakat salah satunya juga karena para sarjana yang tidak kompeten. Mereka
gagal menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri, terlebih bagi orang lain. Sementara
orang-orang kuadran TAHU yang menerobos ke kuadran TERAMPIL atau kuadran AHLI
telah menghasilkan ahli-ahli yang tidak kompeten. Dan akhirnya merekalah yang
memberikan panduan, penyuluhan dan bimbingan yang menyesatkan bagi orang-orang
di kuadran bawah.
Bob
memandang bahwa spirit entrepreneurship
harus mulai dikembangkan di sekolah – sekolah kejuruan dan terutama sekali di
kampus-kampus, kalau tidak ingin sekolah atau perguruan tinggi hanya mencetak
pengangguran.
C.
Bagian
III : Revolusi Sistem Pendidikan
Bob Sadino sering mengungkapkan
ilustrasi sederhana untuk menunjukkan, betapapun banyaknya pengetahuan dan
teori yang dikuasai, kalau tidak mampu mengaplikasikannya tidak ada gunanya.
Menurut
Bob Sadino sistem pendidikan kita salah, ia memberikan referensi sekolah tinggi
yang benar itu seperti sekolah tinggi kedokteran. Karena sejak awal, selain
belajar teori juga belajar praktik. Terus berproses hingga akhir masa studi.
Sistem pendidikan di Indonesia menurut Bob Sadino bukan pendidikan tapi
pengajaran. Artinya para guru hanya memindahkan isi kepala si guru ke kepala si
murid.
Bagi
Bob Sadino, memandang persoalan sistem pendidikan di Indonesia beserta
outputnya itu tidaklah terlalu rumit. Ia berangkat dari perspektif entrepreneur yang besar dan matang di
kuadran BISA, di kuadran jalanan atau masyarakat. Bahwa, pendidikan harus
didasarkan pada teori yang dipraktikkan. Untuk itu seorang pengajar / pendidik
harus benar-benar menguasai pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan kepada
para muridnya, tidak sekedar memberitahu, tetapi harus memberi contoh
melakukannya. Dalam pandangan Bob Sadino basic
dasar ilmu pendidikan adalah mendidik dengan keteladanan, tidak hanya lewat
mulut atau verbal saja.
Sistem
pendidikan di Eropa berbeda dengan sistem pendidikan di Indonesia, di Eropa
mengajarkan keterampilan dengan memberi contoh konkret. Ketika guru ingin
menjelaskan cara mengerjakan sesuatu, maka guru tersebut mempraktekkannya
terlebih dahulu, dan para murid tinggal mencontoh cara yang benar.
Di
Indonesia pernah muncul konsep pendidikan link and match pada zaman menteri
pendidikan dijabat Prof. Dr. Ir. Wardiman Djoyonegoro alumnus dari Jerman.
Tujuannya sangat baik, yaitu mendekatkan dunia pendidikan dengan kebutuhan riil
masyarakat akan tenaga – tenaga terampil. Namun konsep pendidikan tersebut
terlupakan begitu saja.
Bob
menunjukkan situasi di Indonesia berbeda dengan negara – negara di Eropa dimana
tenaga-tenaga kerja level rendahan justru sulit didapat. Perusahaan – perusahaan
mendapatkan insentif pajak bila menerima siswa-siswa magang. Tenaga-tenaga
terampil disana mendapat upah yang sangat baik, sekalipun mereka bukan sarjana,
ini menunjukkan iklim simbiosis mutu alis antara kalangan bisnis dengan
masyarakat pendidikan pada umumnya.
Hal
tersebut tentu sangat berbeda di Indonesia, yang terjadi adalah sebaliknya,
pengangguran tidak terdidik begitu besar jumlahnya, sarjana nganggur juga tidak
kalah banyaknya, tidak sedikit lulusan perguruan tinggi yang bersedia bekerja
di posisi yang tidak sesuai dengan jurusan pendidikan mereka serta mau digaji
rendah.
Menurut Bob Sadino cara mengurai kompleksitas masalah
pengangguran dan kemiskinan begitu sederhana. Saat angka pengangguran tak
terdidik maupun terdidik membengkak seperti sekarang, dan kondisi ekonomi pada
umumnya semakin sulit, maka tersedianya tenaga terampil yang siap diserap oleh
pasar kerja adalah solusi paling mendesak. Memberantas kemiskinan dan
mengurangi angka pengangguran butuh revolusi pendidikan, tetapi sejatinya bisa
dilihat dari perspektif yang sesederhana itu.
D.
Bagian
IV : Mahasiswa Wiraswasta
Demonstrasi yang dilakukan oleh para
mahasiswa untuk menyampaikan / mempertahankan aspirasi masyarakat, tentu
menjadi suatu kekhawatiran bagi para orang tua. Ditambah lagi demonstrasi yang
berujung pada suatu kericuhan bahkan menjurus ke anarkis. Sebagai seorang entrepreneur Bob Sadino mengemukakan
gerakan – gerakan mahasiswa sekarang ini seharusnya diarahkan pada aktivitas
yang lebih konstruktif. Menurutnya selain berdemonstrasi ada pilihan lain bagi
mahasiswa yaitu berwiraswasta.
Lagi-lagi menurut Bob Sadino sistem
pendidikan di Indonesia benar-benar tidak ideal, “pendidikan hanya memindahkan
isi otak pengajar kepada mahasiswa yang tidak lain adalah sampah, sampah
informasi, sampah teori dari buku – buku.
Menurut Bob Sadino seharusnyalah
para guru dan para pengajar itu bisa memberikan lead, memimpin yaitu mampu memberikan contoh. Tenaga pengajar harus
bisa menjadi role model. Misalnya
kalau si pengajar mengajarkan kewiraswastaan ya pengajarnya haruslah seorang
wiraswasta.
Hampir disetiap kesempatan mengisi
kuliah umum dan seminar di kampus-kampus, Bob sering memprovokasi para
mahasiswa dan dosennya untuk berani mengambil keputusan drastis. Ia sering
merujuk buku karya Edy Zaqeus yang berjudul, “Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah”
Pada setiap kesempatan Bob Sadino
selalu meneror mahasiswa, “Kalau anda ingin menjadi entrepreneur keluar sekarang juga dari kampus, dan jangan pernah
kembali lagi! Karena anda ingin jadi entrepreneur
kan? Buat apa sekolah, anda tidak akan kaya, dan anda bukannya tambah pintar,
tapi akan tambah bodoh karena di luar sana ada hampir satu setengah juta
sarjana menganggur. Bukankah itu berarti anda kuliah disini untuk jadi calon
penganggur, jadi seperti mereka mau nggak? Kalau enggak mau keluar….!!
Untuk setiap provokasi yang
dilontarkan oleh Bob Sadino, ia menghimbau mahasiswa supaya pernyataan –
pernyataannya tidak ditelan mentah – mentah. “Saya yakin saya berhadapan dengan
orang-orang pintar, semestinya mereka mau menganalisis pernyataan tersebut,
lihatlah cara berpikir saya, lihat apa yang ingin saya sampaikan.
Bob Sadino sering meneror mahasiswa
keluar dari kampus, Bob mengaku tidak pernah menyatakan sekolah atau kampus itu
jelek. Dalam hal ini Bob mengemukakan bahwa pilihan keluar dari kampus itu sama
nilainya dengan tetap bertahan di kampus untuk meraih gelar sarjana. Namun
kalaupun gelar sarjana adalah pilihan yang diambil, akan lebih baik kalau
mereka para sarjana itu bermanfaat bagi diri sendiri maupun masyarakatnya,
bukan malah menjadi beban masyarakat.
Ketika
menyatakan bahwa informasi, buku-buku atau teori – teori yang diajarkan para
dosen itu adalah sampah, ia juga mengaku tidak pernah menyatakan sampah itu
tidak bermanfaat. Sampah kalau diolah dengan benar, pasti ada manfaatnya dan
itu sudah terbukti. Ia meneror para mahasiswa supaya mereka berproses,
berpikir, dan berani menggeser paradigmanya. Bahwa titel sarjana, menguasai
teori, atau jadi orang yang serba tahu itu tidak cukup untuk bergelut dengan
tantangan di masyarakat.
Dari setiap teror, provokasi yang
dilontarkan Bob Sadino kepada mahasiswa Bob Sadino ingin menyampaikan bahwa
teori dan praktek harus bertemu, berdialektika, sehingga menumbuhkan
keterampilan.
Upaya
– upaya mengurangi beban pengangguran dari kalangan terdidik sesungguhnya bisa dimulai
dengan mengenalkan semangat wiraswasta di kalangan mahasiswa. Energi mahasiswa
yang sangat berlebih itu mestinya juga diarahkan kepada aktivitas – aktivitas
kewiraswastaan. Gejala yang tumbuh di kota – kota besar sudah menunjukkan bahwa
ada cukup mahasiswa yang bergerak ke arah tersebut. Bob Sadino mengemukakan
kalau orang-orang pintar (mahasiswa) yang berwiraswata, efek demonstrasinya
akan sangat besar.
E.
Bagian
V : The Heart Of The Entrepreneur
Menurut Bob Sadino untuk menjadi
seorang entrepreneur sukses, jangan jadi orang pintar yang banyak tahu saja.
Tapi jadilah orang bodoh yang serba bisa. Kalau orang pintar tahu belum tentu
bisa tapi kalau orang BISA sekalipun dia bodoh pasti dia tahu.
Kesejatian seorang entrepreneur yaitu, menjadi
manusia merdeka dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Bob mengingatkan untuk
menjadi seorang entrepreneur pertama-tama harus berani menjadi manusia bebas
merdeka. Kebebasan adalah jantungnya sang wiraswasta, the heart of the entrepreneur. Bebas dari belenggu rasa takut,
bebas dari harapan berlebihan dan bebas dari belenggu pikiran sendiri.
Berikut ini adalah arti kebebasan
menurut Bob Sadino, pertama orang
yang berwiraswasta harus berani membebaskan dirinya dari rasa takut. Banyak
ragam rasa takut, seperti takut memulai usaha, takut ambil keputusan, takut
ambil peluang, takut menanggung resiko, takut gagal, takut menderita, dan masih
banyak lagi takut lainnya. Rasa takut tidak membawa seseorang beranjak
sejengkal pun dari tempatnya yang semula. Oleh sebab itu, kalau mau bergerak
lebih jauh, mau berpetualang di dunia wiraswasta, usir jauh-jauh belenggu rasa
takut itu.
Berikutnya
belenggu kedua adalah terlalu banyak
berharap, jika mau berwiraswasta, buang jauh-jauh harapan yang terlalu
berlebihan. Ini kedengarannya paradoks dengan anggapan umum bahwa harapanlah
yang mendrive seseorang supaya dapat bertindak penuh semangat dan pantang
menyerah. Bahkan dalam ilmu manajemen modern, harapan itu tidak ubahnya target
atau sasaran pencapaian yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin maju.
Disini harapan adalah bagian tidak terpisahkan dari rencana kesuksesan
seseorang. Bob Sadino mengemukakan seorang entrepreneur jangan terlalu banyak
berharap semakin banyak berharap semakin banyak kecewa, semakin sedikit berharap
semakin sedikit kecewa. Menurutnya anjuran ilmu manajemen modern merupakan
sebuah jebakan yang membahayakan.
Bob
Sadino mengharapkan untuk menjadi seorang entrepreneur harus membebaskan diri
dari harapan – harapan berlebihan. Tanpa harapan berlebihan orang bisa
berwiraswasta seperti tanpa beban sehingga langkah-langkah dan pilihan –
pilihan menjadi lebih bisa dinikmati.
Belenggu
yang ketiga adalah pikiran sendiri.
Banyak orang yang hendak menjadi entrepreneur tidak menyadari bahwa pikiran
sendiri bisa sedemikian membelenggu atau menghambat langkah ke depan. Belenggu
pikiran itu bisa berupa teori – teori, konsep – konsep, persepsi – persepsi,
pengalaman – pengalaman atau bahkan keyakinan – keyakinan sendiri. Dimana
belenggu pikiran itu berasal dari dalam diri. Bisa pula berasal dari luar.
Belenggu
pikiran berasal dari dalam bila itu muncul dari proses – proses pengalaman,
persepsi dan keyakinan pribadi. Sementara belenggu pikiran dari luar bisa
berbentuk teori-teori, konsep – konsep atau termasuk pikiran – pikiran orang
lain yang mengendap lama di pikiran sampai kemudian tanpa disadari terasa
sebagai pikiran sendiri.
Salah
satu belenggu pikiran sendiri bisa ditelusuri dari adanya doktrin ilmu
manajemen modern yang menyatakan bahwa resiko usaha harus diperkecil dengan
perencanaan sematang mungkin, semakin matang dan detail perencanaan dibuat,
semakin kecil pula resiko kegagalan yang harus ditanggung. Banyak teori dasar
dalam ilmu manajemen yang justru membelenggu orang yang hendak terjun
berwiraswasta salah satunya contoh di atas. Menurut Bob dalam berwiraswasta
kata ‘harus’ tidak ada dalam wiraswasta karena itu akan membelenggu pikiran
orang.
Tiga belenggu di ataslah yang selama
menjadi penghalang utama bagi para sarjana yang matang di kuadran TAHU tidak
pernah berani menyeberang ke kuadran BISA. Dengan mengenyahkan ketiga belenggu
tersebut maka jalan untuk berwiraswasta mulai terbentang.
F.
Bagian VI : Sandaran Calon Entrepreneur
Dari hasil analisis terhadap
pengalamannya sendiri selama lebih dari 40 tahun mengawali dan membesarkan
Kemchicks Group, menurut Bob Sadino ada lima sandaran yang perlu diperhatikan
jika ingin menjadi entrepreneur sejati, yakni:
-
Pertama, memiliki kemauan untuk menjadi pengusaha atau wiraswasta. Kemauan yang
kuat adalah titik berangkat saat hendak memasuki kuadran BISA atau kuadran
masyarakat.
-
Kedua adalah komitmen yang kuat (determination)
-
Ketiga keberanian mengambil peluang
Tidak
berani mengambil peluang, berarti orang tidak bergulir atau tidak beranjak dari
tempatnya semula. Menurut Bob peluang dan resiko itu menyatu, seperti dua sisi
dari keping mata uang yang sama. Peluang adalah potensi pergerakan yang
membuahkan beragam akibat.
-
Keempat yaitu tahan banting dan tidak cengeng
Wiraswastawan
itu berkubang dengan hambatan, tantangan dan resiko dan kegagalan. Orang perlu
daya tahan yang luar biasa untuk memenangkan pertarungan tersebut. Menurut Bob
Sadino entrepreneur tidak tergantung pada orang lain, entrepreneur itu merdeka,
ia bebas, mandiri. Tidak meminta-minta atau mengemis bantuan, apalagi sampai
memaksa. Entrepreneur sejati tidak menunggu bantuan.
-
Satu sandaran lagi yang akan menyempurnakan si entrepreneur adalah bersyukur
Kepada Yang Mahakuasa, sebab apa? yang mahakuasalah yang menjadikan dia seperti
itu. Tapi tidak semua wiraswasta yang memiliki jam terbang tinggi ingat pada
sandaran ini. Banyak wiraswastawan yang sudah bergulir selama puluhan tahun,
tapi tidak tahu cara beryukur. Padahal, kalau sandaran kelima ini dimiliki,
dahyatlah kehidupannya ….,”
Seorang
entrepreneur selalu digoda untuk
terus melambungkan keuntungan yang dia peroleh, dalam setiap bisnis yang
dijalankannya si entrepreneur ini
terus menuntut keuntungan maksimal. Tetapi kalau hal ini menjadi tuntutan untuk
terus menerus menambah keuntungan tanpa batas, itu sudah greedy namanya.
Pada
titik inilah letak pentingnya sandaran bersykur. Gagal atau berhasil, untung
sedikit atau untung banyak, itu akan sama banyaknya kalau kita punya rasa
bersyukur. Entrepreneur yang tamak pasti tidak akan pernah bisa menikmati
keuntungan yang sedikit jumlahnya.
G.
Bagian
VII : Mencipta Dan Memanfaatkan Peluang
Bob menyitir rumus – rumus cara
memulai usaha yang sudah sering dibahas di banyak di buku manajemen. Pertama,
adalah jadilah pioner atau yang pertama memelopori usaha itu (be the first). Kalau tidak bisa jadi
yang pertama, jadilah yang terbaik diantara yang sudah ada (be the best), kalau keduanya gak bisa,
berbedalah dibanding yang lain (be
different)
Mengenai melihat peluang, menurut
Bob Sadino sudah bukan lagi sesuatu yang perlu dicari karena memang sudah ada
dan tersedia secara cetho melo-melo
(sangat jela, terang benderang). Modal yang dibutuhkan sebenarnya sudah ada
pada setiap orang. Modal itu bukan modal material, tapi sekedar modal
intangible. Cukup dengan menggunakan mata untuk melihat dan mengamat-amati,
maka peluang – peluang usaha akan segera tampak. Berpikirlah dari ujung rambut
sampai ujung kaki disitu terdapat peluang untuk wiraswastawan.
H.
Bagian
VIII : Seni Berpikir Bob Sadino
Berbisnis tanpa punya rencana dan
tujuan
Dalam
konteks wiraswastawan sejati rencan bisa saja malah menjadi penghalang
keputusan. Ada kalanya peluang datang dalam sekejap sehingga butuh keberanian
untuk mengambil keputusan secepat-cepatnya.
Menurut
Bob Sadino sebuah rencana memang dibutuhkan, tetapi bergeraklah dulu, setelah
bisnis berjalan, buatlah rencana supaya memberikan hasil. Tapi jangan sampai
hanya berhenti di rencana atau jangan sampai rencana itu menghentikan anda
untuk mengambil langkah pertama dalam memulai bisnis.
Berbisnis cara kegagalan, cari rugi
Pola
berpikir Bob Sadino ini adalah membangun sikap mental yang kokoh dalam melihat
apa itu arti resiko serta bagaimana cara menyikapinya. Orang awam yang hendak
berbisnis biasanya sangat alergi dengan kata resiko. Tetapi sesungguhnya resiko
itu adalah bagian inherentda dunia entrepreneur. Sebab, dalam resiko ini pula
letaknya kesempatan dan peluang untuk meraih keuntungan. Semakin besar resiko
semakin besar pula kesempata atau peluangnya.
Satu
hal lagi kalau bisnis cari rugi tapi bisa untung walau sedikit, ya saya
bersyukur kepada Tuhan. Kalau bisnis untung besar itu nikmatnya luar biasa. Dan
rasa bersyukur itu tidak akan pernah ada habisnya.
Tidak
menghindari resiko, tapi memburu resiko. Tidak mempunyai harapan. Mendorong dan
membiarkan anak buahnya berbuat salah. Tidak akan pernah mau dan tidak pernah
bekerja keras untuk meraih sukses.
I.
Bagian
IX : Seni Bisnis Bob Sadino
Berikut ini adalah ciri – ciri yang
dapat menunjukkan cara atau seni bisnis Bob Sadino, yakni:
1.
Mengalir
dalam bisnis
Bob
Sadino tidak pernah merencanakan semua bisnisnya, mengalir saja dan lenturkan
pikiran, maka peluang akan terlihat dimana-mana itulah seninya berbisnis.
2.
Hidup
Dalam Resiko Bisnis
Dimata
Bob Sadino resiko bisnis baik itu resiko untung maupun rugi sejatinya adalah
sesuatu yang inherent.
3.
Piawai
Berkomunikasi
Bob
Sadino mengemukakan prinsipnya dalam berkomunikasi, “kepada siapapun anda
berbicara entah itu bicara pada orang yang anda kenal maupun tidak anda kenal
keluarga atau relasi bisnis, perlakukanlah mereka selayaknya seorang pelanggan”
dengan demikian maka tidak ada lagi godaan untuk berkomunikasi seenaknya
sendiri. Yang ada adalah upaya orang itu untuk memberikan pelayanan yang
terbaik kepada si lawan bicara alias sipelanggan tadi. Dampaknya si lawan
bicara akan merasakan suasana nyaman dan menikmatik keramah-tamahan, sehingga
mereka biasanya relatif mau membuka diri untuk berkomunikasi secara
menyenangkan.
4.
Service
Excelent
Bob
Sadino mengandalkan prinsip sederhana, yaitu selalu berusaha memenuhi apa
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Apabila kebutuhan dan keinginan pelanggan
bisa dipenuhi, mereka pasti merasa puas dan rela mengeluarkan uang, yang
sebanding dengan apa yang berhasl di delivered kepada mereka.
5.
Peka
Potensi Pasar
Kemampuan
mencium peluang pasar harus terus dipertajam, caranya terus menambah jam
terbang dengan terjun ke lapangan, berkubang masalah dan bergelimang tantangan
di kuadran MASYARAKAT.
J.
Bagian
X : Lingkaran Bob Sadino
Bob
Sadino menggambarkan tahapan – tahapan kematangan kehidupan seseorang dalam
tiga bentuk lingkaran yang disebutnya Lingkaran Bob Sadino (LBS).
-
Lingkaran pertama, HITAM-PUTIH yang
isi didalamnya terbelah menjadi dua bagian berwarna hitam-putih.
Ini
memperlihatkan orang-orang yang bertumpu atau dikuasai logika dan cara
berpikirnya hitam-putih, salah-benar, buruk-baik, malam-siang, goblok-pintar,
laki-laki – perempuan.
-
Lingkaran kedua, ABU-ABU yang isinya didalamnya masih terbagi
menjadi dua bagian, namun dengan perbedaan warna yang nyaris tidak ada (warna
abu-abu) karena adanya perpaduan antara hitam dan putih.
Pada
lingkaran ini orang bersandar pada hati dan kebijaksanaannya (wisdom) dalam
melihat berbagai konsep, teori, gagasan, gejala, fenomena dan realitas. Pada
lingkaran ini orang tidak semata melihat apa yang dianggap salah itu pasti
salah, tapi mungkin melihat ada kebenaran didalamnya.
-
Lingkaran ketiga, Lingkaran KOSONG atau tanpa isi, tidak ada warna hitam putih
lagi, atau tampak putih sama sekali.
Di
lingkaran inilah tempatnya, iman, kepercayaan, dan keyakinan. Orang sudah
sepenuhnya menyandarkan hidupnya pada kekuatan Yang Mahakuasa. Tidak adalagi
salah atau benar, karena yang ada adalah iman. Standarnya ikhlas. Tidak ada
lagi rencana dan pengharapan. Tidak ada lagi arah dan tujuan. Tanpa titik
karena hidup dijalani dalam keikhlasan yang sepenuh-penuhnya. Penyerahan total
kepada Yang Kuasa. Hidup dalam kesadaran akan kuasa mutlak Sang Mahapencipta.
Bob Sadino menggambarkan hidup ini
bak sebuah sungai yang mengalir dari sumber-sumber air menuju lautan sebagai
muaranya. Aliran air sungai itu menuruni gunug, berkelok-kelok melewati
hamparan tanah, mengalir begitu saja dilempari sampah, kotoran tapi tetap
mengalir dalam waktu yang cukup lama, bertemu batu dia belok. Bob menegaskan
hidup sudah ada yang mengatur dan mengarahkan, Tuhan sudah menentukan dimana
nanti ujungnya.
Disunting Oleh : oneofeccedentesiast
Tidak ada komentar:
Posting Komentar